BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Kebijakan otonomi di
bidang pendidikan (otonomi pendidikan) kemudian banyak membawa
harapan akan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia di masa yang
akan datang. Dengan posisinya, strategi dalam upaya peningkatan
kualitas manusia pada satu segi melalui pendidikan , dan pada segi
lain guru memikul beban tanggung jawab besar sebagai petugas profesi
pendidikan di saat perhatian, dukungan dan keperpihakan kepada guru
belum sepenuhnya sesuai harapan. Otonomi daerah justru tidak
memprioritaskan upaya pembinaan guru, pendekatan yang dilakukan
terhadap nasib guru lebih menggunakan aspek birokratis, dan aspek
politis juga mempengaruhi guru di daerah. Padahal guru merupakan
komponen terpenting dalam penyelenggaraan pendidikan yang seharusnya
diperhatikan kesejahteraan dan pembinaannya agar kualitas pendidikan
meningkat secara optimal. Padahal, untuk mewujudkan pendidikan
bermutu bergantung keberadaan sumber daya manusia (SDM) guru yang
bermutu, profesional, terlindungi, bermartabat, dan tentunya
kesejahteraannya terjamin. Pemeritah harus mengembangkan berbagai
kebijakan pendidikan yang berorientasi pada akar masalah pendidikan
dan berbagai upaya membangun kapasitas murid, guru, kepala sekolah,
dan pengawas sekolah.
Langkah – langkah
yang harus di tempuh oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan otonomi
daerah yang luas dan bertanggung jawab di era reformasi dan
desentralisasi pemerintahan dalam melakukan penataan kewenangan,
organisasi perangkat daerah, penataan relokasi personil, sebagai
tindak lanjut Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Telah di kemukakan
bahwa titik berat perjuangan serikat pekerja adalah berupaya
meningkatkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Untuk
mencapai tujuan itu, maka disusunlah strategi, taktik dan metode.
Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa dalam rangka menentukan gaji
guru maka diadakan perjanjian kerja sama ( collective bargaining )
antara pemerintah dengan persatuan guru. Bila pemerintah melanggar
perjanjian itu maka pengurus PGRI mengingatkannya.
- Rumusan Masalah
- Prinsip apa saja yang digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah?
- Apa saja kewenangan Pemerintah Daerah dalam pendidikan?
- Bagaimana pijakan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan?
1
- Tujuan
- Mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
- Mengetahui kewenangan Pemerintah daerah dalam pendidikan.
- Mengetahui pijakan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan.
2
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
Pasca Reformasi
tahun 1998, membawa perubahan fundamental dalam sistem pendidikan
nasional. Suryanto mengatakan perubahan sistem pendidikan tersebut
mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentralistik menuju
desentralistik atau yang lebih dikenal dengan otonomi pendidikan dan
kebijakan otonomi nasional itu mempengaruhi sistem pendidikan
Indonesia . Kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan
publik di bidang pendidikan. Ensiklopedia Wikepedia dalam Nugroho
menyebutkan kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan hukum atau
aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di
dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mark Olsen, John Codd dan Anne-Marie O’Neil dalam
Nugroho menyatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi
keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara-negara dalam persaingan
global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapat prioritas dalam
era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa globalisasi
membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah
demokrasi yang didukung oleh pendidikan.
Mohammad Surya
mengatakan bahwa menghadapi era reformasi menyongsong masa depan,
PGRI harus memiliki paradigma baru yang paham dan mampu menyikapi
tantangan, memiliki jati diri yang kuat, memiliki keterbukaan untuk
membangun tata organisasi, dan membangun hubungan kemitraan
internasional.
3
BAB
3
PEMBAHASAN
Pemberian otonomi
yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan dengan berdasarkan
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah,
dengan titik sentral otonomi pada tingkat yang paling dekat dengan
rakyat, yaitu kabupaten dan kota. Otonomi daerah PGRI, harus memilih
kualitas keberdayaan, kemandirian, kreativitas, dan wawasan yang
unggul dalam mewujudkan kinerjanya. Dalam hal ini, harus melibatkan
pada sumber daya manusianya untuk mengembangkan kualitasnya, melalui
proram – program kerja yang di arahkan pada visi, dan misi PGRI,
serta dengan amanat anggotanya.
Pelaksanaan otonomi
daerah itu rumit dan kompleks sekali, karena kondisi objektif daerah
pada masa lampau masih lemah, terutama di badang kepegawaian,
keuangan, sarana dan prasarana, sebenarnya selama ini daerah telah
melaksanakan tugas – tugas desentralisasi berdasarkan otonomi yang
dimilikinya, akan tetapi kemandirian belum menonjol. Desentralisasi
merupakan simbol adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah.
Ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan
masyarakat daerah. Penerapan kebijakan otonomi daerah dan khususnya
otonomi pendidikan, menawarkan konsep keseimbangan, yaitu antara
pelimpahan kewenangan dan pertanggungjawaban akan mutu pendidikan.
Dua sisi ini juga, sebenarnya tergantung dari kesiapan dan kemampuan
kita untuk menjalankan semangat dan pola manajerial otonomi daerah
dan khususnya otonomi pendidikan.
Kewenangan besar
yang dimiliki oleh daerah dengan Undang-undang otonomi daerah tentu
saja hanya akan bermanfaat apabila diikuti dengan kapasitas
pemerintah Kabupaten/Kota untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
akurat yang diarahkan untuk meningkatkan input dan proses
pembelajaran. Upaya untuk membuat kebijakan yang akurat dalam bidang
pendidikan, salah satunya akan sangat tergantung kepada tersedianya
informasi yang valid tentang berbagai persoalan pendidikan yang
dihadapi oleh Kabupaten/Kota. Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan
bahwa kewenangan pemerintah meliputi;
- Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional data penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya.
- Penetapan standar materi pelajaran pokok.
- Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
- Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
4
- Penetapan persayaratan penerimaan, perpindahan sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa.
- Penetapan persayaratan peningkatan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya, serta persyaratan penelitian arkeologi .
- Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional.
- Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.
- Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta pengaturan sekolah internasional.
- Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Dalam
penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah
mengalami suatu transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan
sumber-sumber daya yang ada dalam bidang pendidikan terutama dalam
hal pendanaan pendidikan (pembiayaan pendidikan).
Dalam hal ini
pelaksanaan pendidikan harus disertai dengan adanya peningkatan peran
sumber-sumber daya pendidikan (dana pendidikan) yang telah tertuang
dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 23 yang menjelaskan bahwa
Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan,
masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Jelas bahwa Pemerintah
daerah memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka panjang
di sektor pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup
dan stabil untuk mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah
tidak akan mampu memenuhi 20% anggaran untuk pendidikan seperti yang
diamanatkan UU Sisdiknas dan pada gilirannya ada risiko terjadi
penurunan kualitas SDM sebagai dampak otonomi daerah. Keberadaan
PGRI, mulai dari tingkat pusat, propinsi, kota, cabang, sampai
ranting tidak terlepas dari sejarah perjalanan bangsa. Sehingga hal
tersebut, eksistensi PGRI di masyarakat dinilai secara beragam, ada
yang menilai positif dan tidak jarang juga dinilai sebagai
organisasi opportunis.
Oleh karena itu,
melalui tulisan ini saya mengajak kepada semua stake holder
pendidikan, untuk mendalami esensi PGRI sebagai sebagai organisasi
perjuangan, profesi, dan tenaga kerja. Sebagai organisasi perjuangan,
maka peran yang diemban PGRI berpijak pada tiga hal, yaitu sebagai :
5
1. Pemikir
Dalam posisi ini,
peran yang dilaksanakan PGRI adalah melakukan kajian-kajian akademis,
empirik-kontekstual mengenai pengelolaan pendidikan, dengan
berbagai variabel di dalamnya, misalnya SDM pendidik dan tenaga
kependidikan, biaya pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, dan
sebagainya. Hasil dari kegiatan ini, ke depannya PGRI akan berperan
sebagai penggagas dan penghasil konsep-konsep pengelolaan pendidikan
secara inovatif.
2. Penyeimbang pola
kemitraan
Era otonomi daerah,
pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara otonom oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, sampai evaluasi dan pengembangan. Dalam konteks ini,
peran PGRI adalah sebagai penyeimbang pola kemitraan dengan
pemerintah kabupaten/kota dalam mengawal dan mengembangkan
pengelolaan pendidikan secara profesional.
3. Penekan
Maksud penekan di
sini bukan menekan tanpa rasional yang jelas, akan tetapi PGRI
berperan sebagai pihak yang menjembatani aktualisasi permasalahan,
potensi, dan harapan para guru di lapangan untuk direalisasikan oleh
kabupaten/kota.
Sebagai
organisasi profesi, peran yang harus dikembangkan PGRI ke depan,
antara lain:
- Memperjuangkan harkat, martabat, dan karir guru.
- Meningkatkan kemampuan SDM anggota.
- Menjamin terwujudnya pertanggungjawaban publik profesi guru, dimana output dari profesi guru harus jelas yakni melayani kebutuhan hak-hak pendidikan bagi masyarakat.
4. Sebagai
Organisasi Ketenagakerjaan
PGRI telah dan
akan terus berjuang untuk memfasilitasi terwujudnya hak-hak
guru sebagai pekerja profesional. Wujud dari upaya tersebut,
PGRI Pusat telah melakukan kerjasama dengan lembaga internasional di
bidang ketenagakerjaan, terlibat aktif dalam perumusan Undang-Undang
Guru, dll.
PGRI juga menyoroti
manajemen guru yang masih penuh persoalan. Dalam penerapan otonomi
daerah, posisi guru juga bukannya tambah baik malah dipolitisasi.
Guru, khususnya guru pegawai negeri sipil, diperlakukan sebagai
perangkat birokrasi, bukan jabatan profesi. PGRI juga
6
menyoroti
distribusi guru yang tidak merata sehingga sejumlah daerah kekurangan
guru dan terpaksa mengangkat guru honorer. Selain itu, pembinaan guru
juga tidak dilakukan secara benar sehingga kualitas guru tidak
membaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar